Pages

Jumat, 04 Januari 2013

Lawan Banjir Ibukota: Terowongan Multiguna a.la Jokowi-Ahok


Banjir dan macet adalah dua pekerjaan rumah utama bagi Pak Jokowi dan Pak Ahok. Setidaknya buat saya, dua masalah itu adalah yang paling menyesakkan warga Jakarta. Kalau harus memilih satu saya lebih memprioritaskan macet untuk diselesaikan. Namun, kalau bisa dua kenapa harus satu? Berbekal ketegasan, wibawa, pengalaman, dan terutama (mudah-mudahan) kejujuran, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta kali ini cukup membuat secercah harapan di hati saya terpelihara. Saya akan terus pantau dan berharap kedua bapak yang terhormat ini dapat melakukan terobosan-terobosan baru dan segala upaya terbaik untuk mengatasi dua permasalahan terbesar di Jakarta.


Salah satu solusi banjir menurut Jokowi-Ahok sebagiamana dimuat di yahoo news, antara lain membangun 10 ribu sumur resapan di Jakarta, serta upaya membangun deep tunnel atau yang disebut Jokowi terowongan multi-guna. Mari kita fokus ke terowongan ini.

Rencananya, terowongan ini tidak hanya akan berfungsi sebagai gorong-gorong. Tapi juga untuk air limbah dan air baku, kabel-kabel optik, dan aktivitas bawah tanah lainnya.
Proses pembesaran terowongan ini akan dimulai tahun depan.

credits: Tempo.co.id
Yang dibutuhkan saat ini adalah investor untuk membiayai proyek terowongan yang diperkirakan memutuhkan dana setidaknya Rp16triliun ini. Duh, kalau begini saya sangat ingin angkat tangan dan berkata, “saya mau, saya mau mendukung dana untuk proyek ini. Tapi, adakah jalan menuju ke sana? Sepertinya hanya investor besar saja ya? Bukan seperti sistem ORI di mana investor ecek-ecek (termasuk saya) pun bisa ikut andil, hehe. Anyway, saya dukung 100%.

Program sudah ada, dukungan dana hampir ada, namun ternyata jalan tidak semulus yang dibayangkan. Salah satu masalah dari terowongan multiguna ini adalah proyek tersebut tak masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030, yaitu dokumen di mana semua proyek pembangunan besar terdaftar. Jika proyek terowongan ini tak terdaftar dalam dokumen tersebut, maka pembangunan terowongan tak punya dasar hukum, sehingga menjadi illegal apabilan terus dilaksanakan. Namun dengan tegas Jokowi berkata "Kalau belum (masuk) RTRW ya tinggal dimasukkan”. Nice, Pak!
Terowongan Chicago yang menginspirasi Jokowi (credits: Merdeka.com)

Beberapa hal yang harus dicermati, seperti dimuat di yahoo news, adalah seberapa banyak sebenarnya kapasitas air yang bisa dikelola oleh terowongan, atau berapa lama proses pembangunan terowongan ini, dan yang tak kalah penting, dari mana datangnya dana untuk membangun sebuah megaproyek yang harganya mahal ini. Sekali lagi, saya siap dan mudah-mudahan setia memantau perjalanan proyek ini. :D

Seperti ditulis pengamat perkotaan
Marco Kusumawijaya, solusi yang paling lestari adalah ketegasan untuk memulihkan kapasitas alam menyerap air baik di hulu maupun di hilir. Artinya, mengorbankan kepentingan ekonomi atau pembangunan fisik agar memberi kesempatan alam menyerap air. Nah, terkait hal ini saya setuju bahwa kita, manusia harus mengalah sejenak untuk tidak bernafsu membabi-buta dalam mengejar duit demi perbaikan alam ini. Kalau alam ini rusak, banjir pun melanda, yang susah siapa? Kita juga kan? Maka itu, kita harus membatasi kegiatan bisnis dan ekonomi sehari-hari kita pada batasan-batasan yang tidak merusak alam.

Selain terowongan, yahoo news juga mengatakan perlunya solusi lainnya seperti mengevaluasi kemampuan ruang terbuka hijau Jakarta menyerap air dan bagaimana meningkatkan kapasitas tersebut.  Menurut saya, ini tergolong rencana jangka panjang dan berkelanjutan untuk tujuan continuous improvement. Sementara itu terowongan adalah rencana jangka pendek yang harus segera dilaksanakan (sifatnya darurat) untuk menanggulangi masalah yang sudah ada.

0 komentar:

Posting Komentar